Candi sambisari

Candi Sambisari adalah candi Hindu (Siwa) yang dibangun pada abad ke-9 pada masa pemerintahan raja Rakai Garung pada zaman Kerajaan Mataram Kuno

Candi Plaosan

Candi Plaosan yang dibangun Rakai Pikatan memiliki beberapa keunikan dibanding candi lain, yaitu dua candi utamanya yang "kembar" serta teras yang permukaannya halus

Candi Mendut

Candi Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha yang didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra

Candi Prambanan

Candi Prambanan atau Candi Loro Jonggrang adalah kompleks candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9 masehi

Candi Borobudur

Candi Borobudur merupakan monumen Buddha termegah dan kompleks stupa terbesar di dunia yang diakui oleh UNESCO

Kamis, 15 Mei 2014

CANDI MENDUT

Candi Mendut
Candi-candi peninggalan agama Buddha Mahayana yang memiliki kaitan erat dengan Candi Borobudur adalah Candi Pawon dan Candi Mendut,. Candi Mendut merupakan pintu masuk ke tiga serangkai candi ini, terletak di pertemuan dua sungai penting yaitu Sungai Progo dan Sungai Elo. Berlawanan dengan candi-candi lain yang umumnya menghadap ke timur, jalan masuk Candi Mendut menghadap ke arah barat. Mungkin berhubungan dengan harapan pembangun candi agar menerima wahyu sebagaimana sang Buddha di arah barat di Taman Rusa di Benares. Candi Mendut, menurut ahli prasasti Dr. J. G. De Casparis, disebutkan dalam prasasti-Karangtengah (dekat Temanggung) dengan nama Venu Vana Mandira yang artinya “candi di tengah rumpun bambu.” Candi Mendut memiliki panjang 13,7 meter dan lebar 13,7 meter, sedangkan tingginya 26,5 meter. Candi ini “ditemukan” pada tahun 1834 oleh para seradu Belanda, dan direstorasi pada tahun 1897-1904. Para ahli menduga Candi Mendut didirikan pada tahun 784-792 Masehi oleh Raja Indra, ayah Raja Samaratungga. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Candi Mendut didirikan oleh Raja Samaratungga sendiri yang beragama Buddha dibantu oleh bawahannya Rakai Garut yang beragama Hindu sebagai perlambang bagus dan harmonisnya hubungan antar agama pada masa itu di kalangan masyarakat Jawa Kuno. Sewaktu candi ini dipugar, ditemukan bahwa Candi Mendut dibangun di atas candi lain peninggalan agama Hindu. Casparis menduga Candi Mendut dibangun untuk memuliakan leluhur raja-raja Syailendra. Pendapat lain mengatakan bahwa Candi Mendut dibangun untuk mengenang kotbah pertama Sang Buddha di Taman Rusa di Benares.

Atap candi berbentuk piramid, dengan batu pengancing di tengahnya, semua batu atap bertumpu pada batu pengancing ini. Ukiran timbul atau relief yang ada di dinding sebelah timur candi melukiskan Bodhisatwa (Mansjuri dan Samanthabadra) yang dikenal oleh payung yang dibawanya. Di dinding selatan dilukiskan Dewi Tara keluar dari teratai di sebuah kolam yang airnya berasal dari air mata Avalokiteswara, yang duduk di atas padmasana, meneteskan air mata melihat penderitaan umat manusia. Di dinding belakang candi dilukiskan Avalokiteswara dan Kagarba yang membawa pedang. Ukiran raja-raja yang mengapit mereka merupakan raja-raja dinasti Syailendra. Sedangkan di dinding sebelah utara tampak ukiran timbul Dewi Tara, sebagai Sakti Buddha.
Ukiran timbul lainnya diambil dari Kitab Jataka, mengisahkan Cerita Tantri dari dunia hewan. Salah satunya menggambarkan seekor monyet yang harus menipu para buaya supaya dirinya selamat. Para buaya ingin makan hati monyet dan monyet tersebut mengatakan bahwa hatinya ada di pohon mangga berupa buah mangga sehingga si buaya membawa monyet ke pohon mangga untuk mengambil hatinya dan monyetpun selamat dari terkaman buaya. Di dinding sisi utara pada tangga terdapat ukiran timbul kisah kepiting dan brahmana, di mana suatu kali seorang brahmana menyelamatkan seekor kepiting dan di kelak kemudian harinya si kepiting membalas budi sang brahmana dengan menyelamatkan dia dari gigitan ular berbisa.
Ukiran lainnya mengisahkan kisah angsa dan kura-kura, yang memberi pelajaran kepada kita bahwa diam itu emas, sedangkan banyak mulut terkadang membawa malapetaka, sebagaimana kisah angsa dan kura-kura di dinding candi. Pada suatu ketika, kolam air yang menjadi kediaman sepasang kura-kura kering oleh musim kemarau panjang sehingga kura-kura suami istri berpikir-pikir untuk pindah tempat tinggal. Sahabatnya sepasang angsa bersedia menolong mereka pindah ke kolam lain yang dalam airnya. Untuk mengangkut sepasang kura-kura sahabatnya itu, sepasang angsa membawa sebatang kayu dan masing masing menggigit ujung kayu tersebut dengan paruhnya. Kura-kura suami istri menggigit kayu di tengah-tengah sehingga angsa dapat membawa mereka terbang dengan selamat sampai di tujuan. Sebelum memulai perjalanan, angsa suami istri sudah memberi peringatan supaya apapun yang terjadi, sepasang kura-kura tersebut harus diam tidak boleh bersuara sebab bila mereka membuka mulut, mereka akan jatuh dan mati. Demikianlah, mereka terbang dengan selamat sampai di suatu tempat di mana berdiam banyak anjing liar. Anjing-anjing tersebut melihat kura-kura dan angsa yang sedang terbang dan salah seekor anjing bertanya kepada temannya,” He, kawan. Lihat, angsa-angsa itu terbang membawa sesuatu. Apa ya yang dibawanya?” Teman-temannya tahu bahwa yang dibawanya itu kura-kura, namun dengan bercanda mereka menjawab,”Ah. Paling-paling mereka membawa terbang tahi kebo.” Kura-kura suami istri marah dikatakan tahi kebo dan mereka menyahut,”He. Kami bukan tahi keboooo….” Dan saat itulah mereka jatuh menjadi mangsa anjing-anjing liar.
Pada jalan masuk lainnya terdapat ukiran pohon kehidupan yaitu Kalpataru dan makhluk sorga berbadan burung namun berkepala manusia yang dinamakan Kinnara-Kinnari. Pada jalan masuk sebelah dalam di masing-masing dinding yang saling berhadapan terlihat ukiran Dewa Kekayaan, Dewa Kuwera dan istrinya yang dilukiskan sebagai Dewi Hariti, dan suaminya Alawika atau Atawaka atau Raksasa Pancika, yang memiliki banyak anak dan di bawahnya terdapat kendi-kendi penuh berisi uang sebagai lambang kekayaan. Kendi penuh berisi uang adalah salah satu atribut atau benda bawaan dewa kekayaan, Dewa Kuwera. Ini mungkin perlambang pepatah yang mengatakan banyak anak banyak rejeki. Menurut dongeng, pada mulanya kedua suami istri tersebut adalah raksasa atau yaksa pemakan anak-anak. Namun setelah mengenal ajaran Buddha, mereka berubah menjadi pelindung anak-anak. Di Bali, Hariti ini dikenal sebagai Men Brayut, Dewi Kesuburan.
Di dalam Candi Mendut ditemukan tiga buah patung agama Buddha yang sangat besar ukurannya dan dalam keadaan masih bagus yaitu: Patung Buddha Sakyamuni setinggi 3 meter di tengah-tengah, yaitu Buddha yang pernah hidup di dunia, dengan posisi tangan (mudra) memutar roda dharma, sebagai perlambang kotbah Buddha yang pertama kalinya di Taman Rusa di Benares, dengan posisi kaki menggantung, tidak bersila seperti biasanya. Di sebelah kirinya adalah patung Mansjuri atau Vajrapani sebagai Buddha pembebas manusia di kelak kemudian hari. Menurut Jacques Dumarçay patung tersebut menggambarkan Lokesvara, Boddhisatva yang menolak menjadi Buddha bila tidak semua manusia diselamatkan. Sedangkan di sebelah kanannya adalah Avalokiteswara, Buddha penolong manusia, dengan tanda patung Amithaba di keningnya. Dekat Candi Mendut ini sekarang didirikan sebuah Vihara Buddha yang megah yang menjadi salah satu tempat ibadah penting bagi umat Buddha terlebih saat dirayakannya Hari Raya Waisak setiap tahunnya untuk memperingati tiga peristiwa paling penting dalam hidup Buddha Siddharta Gautama yaitu kelahirannya, saat Beliau mencapai pencerahan yaitu menjadi Buddha, dan saat wafatnya.


CANDI SAMBISARI

Candi Sambisari

Lokasi: Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Sleman Yogyakarta
Candi Sambisari
“Pletak,” ketika ujung cangkul menghantam batu yang begitu keras. Kejadian tersebut membuat Bapak Karyowinangun heran dan berhenti sebentar untuk mengetahui yang sedang terjadi. Perlahan mendekati batu itu dan berjongkok untuk melihat lebih dekat lagi. Batu tersebut bercorak pada permukaannya. Bapak Karyowinangun dan warga sekitar pun merasa heran dengan keberadaan bongkahan batu itu. Dinding-dinding candi itu seolah melambai dan ingin menceritakan apa yang telah terjadi dengannya. Lama terkubur tanah akibat erupsi Gunung Merapi yang dahsyat di masa itu. Dari situlah awal diketemukannya sebuah bangunan candi yang berlokasi di Dusun Sambisari Purwomartani Kalasan yang dikenal dengan nama Candi Sambisari.

Dari kejadian tersebut Dinas Purbakala langsung melakukan penggalian dan menetapkan areal sawah Bapak Karyowinangun sebagai suaka purbakala. Langkah-langkah lebih lanjut setelah penggalian adalah, melakukan pra-pemugaran yaitu, dengan mengelompokkan batu-batu yang sama jenisnya. Selanjutnya dilakukan penyusunan percobaan dan kemudian pemugaran. Hasil pemugaran candi Sambisari tersebut terlaksana seperti yang terlihat sekarang ini. Satu hal yang unik dari candi Sambisari yaitu, terletak 6.54 m di bawah permukaan tanah.

Sinar matahari menelusup diantara batu-batu candi yang indah dan menarik. Begitu juga dengan panorama Candi Sambisari telah menelusup hati saya, membuat saya bersemangat untuk masuk dan  berkeliling di candi tersebut. Ciri khas komplek Candi Sambisari ini adalah berbentuk  bujursangkar dari area Candi Utama kemudian area halaman dan ketiga area terluar. Komplek Candi Sambisari dikelilingi pagar dengan tangga berundak sebagai akses untuk mencapai bangunan utama candi tersebut. Candi Sambisari berbentuk bujur sangkar  dengan luas 13.65 m x 13.65 m dengan tinggi 7.5m.

Mengenai tahun pendirian Candi Sambisari secara pasti belum dapat diketahui, karena tidak adanya bukti-bukti konkret yang mendukung validitas penentuannya. Oleh karena itu, untuk menentukan tahun pendiriannya harus ditinjau dari berapa segi. Dari segi arsitektur, candi Sambisari oleh Prof. Dr. Soekmono digolongkan ke dalam bangunan dari abad ke 8. Sedangkan berdasarkan batu isian yang digunakan di Candi Sambisari yaitu, batu padas, maka masa pendiriannya semasa dengan candi Prambanan, Plaosan, dan Sojiwan sekitar abad ke-9 sampai dengan abab ke-10 M. Jenis batu padas ini banyak terdapat di bukit ratu Boko di Prambanan. Di tempat tersebut nampak bekas-bekas penggalian batu padas pada masa dulu. Berdasarkan kedua tafsiran tersebut, untuk sementara Soediman menempatkan pendidirian candi dalam dekade pertama atau kedua abad ke-9 M (812-838 M). Pendapat tersebut didukung dengan adanya penemuan sekeping daun emas bertulisan, karena berdasarkan tafsiran paleografis, Boechori bahwa tulisan itu berjalan dari sekitar permulaan abad ke-9 M

Melalui tangga kakiku terus melangkah masuk di area bangunan utama Candi Sambisari. Di sini terdapat keunikan di bagian kaki-kaki candi, tidak mempunyai alas seperti candi di Pulau Jawa lainnya sehingga sejajar dengan tanah. Di bagian bawah candi ini juga tidak terdapat relief atau hiasan. Relief yang menjadi hiasan candi pada umumnya baru dijumpai pada bagian tengah tubuh hingga puncak candi. Di depan tangga pintu masuk candi utama terdapat dua patung berupa seekor singa yang berada dalam mulut makara yang terbuka. Figur makara di Sambisari merupakan evolusi dari bentuk makara di India yang bisa berupa perpaduan gajah dengan ikan atau buaya dengan ekor yang membengkok.

Pada bangunan candi induk dapat dijumpai lima buah relung, tiga diantaranya berisi arca. Beberapa arca dari pantheon agama Hindhu yaitu, Durga Mahesassuramardini (isteri Dewa Siwa) dengan 8 tangan yang masing-masing menggenggam senjata, Arca Ganeça (anak Dewi Durga). Arca Agastya dengan aksamala (tasbih) yang dikalungkan di lehernya, serta Mahakala dan Nandiswara–tidak berada di tempat–sebagai penjaga pintu. Berdasarkan arca-arca yang terdapat di candi Sambisari tersebut, maka dapat diketahui bahwa latar belakang keagaman candi Sambisari bersifat Çiwaistis (berpusat pada Siwa). Memasuki bilik utama candi induk, bisa dilihat lingga dan yoni berukuran cukup besar, kira-kira 1,5 meter. Keberadaannya menunjukkan bahwa candi ini dibangun sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa. Lingga dan yoni di bilik candi induk ini juga dipakai untuk membuat air suci. Biasanya, air diguyurkan pada lingga dan dibiarkan mengalir melewati parit kecil pada yoni, kemudian ditampung dalam sebuah wadah. Lingga adalah perwujudan dari Dewa Siwa. Kesatuan, lingga dan yoni merupakan lambang persatuan Siwa dan Çakti-nya. Selain itu juga sebagai lambang kesuburan.
Kompleks Candi Sambisari ini terdiri dari satu bangunan candi induk dan tiga candi perwara/pendamping. Ketiga candi perwara ini saling berhadapan langsung dengan candi induk. Melihat konstruksi bangunan candi perwara bahwa candi perwara ini sengaja dibangun tanpa atap sebab ketika penggalian tak ditemukan batu-batu bagian atap. Di komplek candi ini di sediakan ruang informasi untuk mengetahui proses penggalian dan rekonstruksi candi yang memakan waktu puluhan tahun. Di ruang informasi ini terdapat dokumentasi foto yang menampilkan kondisi dari area persawahan, proses penggalian dan rekonstruksi candi sampai dengan kondisi sekarang ini. Menata ulang keindahan Candi Sambisari yang kini bisa kita nikmati sekarang ini merupakan hasil kerja keras dari para arkeolog selama dua dasawarsa lebih.

CANDI PRAMBANAN

Candi Prambanan

Lokasi: Jl. Jogja - Solo Prambanan Sleman DIY
Candi Prambanan
Prambanan adalah salah satu kompleks candi terbesar di Asia Tenggara yang kaya dengan arca dan relief. Kompleks candi ini terletak di Desa Prambanan dan secara administratif masuk dalam dua kabupaten dan dua provinsi sekaligus. Yaitu Kabupaten Sleman Provinsi DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah. Jaraknya  sekitar 20 km dari kota Yogyakarta dan 40 km dari kota Surakarta. Selain karena berada di perbatasan, kompleks candi juga terjangkau dari berbagai arah karena berada langsung di pinggir Jalan Raya Yogyakarta - Solo.
Kompleks candi Prambanan dibangun sekitar tahun 850 Masehi. Masih belum pasti apakah Prambanan dibangun oleh Rakai Pikatan, raja kedua Wngsa Mataram I atau Balitung Maha Sambu semasa Wangsa Sanjaya. Namun para peneliti besepakat bahwa kompleks candi Prambanan ditinggalkan dan mulai rusak tidak lama setelah selesai dibangun. Candi Prambanan juga dikenal dengan nama lain, yaitu candi Rara Jonggrang atau Lara Jonggrang. Nama yang kedua ini terkait dengan legenda dibangunnya candi.
Dalam legenda dikisahkan, candi Prambanan dibangun oleh Bandung Bondowoso untuk memenuhi persyaratan dari Rara Jonggrang. Awalnya, Bandung Bondowoso yang jatuh hati pada kecantikan Rara Jonggrang hendak melamar putri raja itu. Rara Jonggrang yang tak mencintai Bandung Bondowoso tak berani menolak lamaran itu secara langsung. Makanya ia mengajukan syarat yang sulit pada Bandung Bondowoso, yaitu membangun candi dengan seribu arca. Dengan kesaktiannya, Bandung Bondowoso hampir dapat memenuhi persyaratan itu. Namun pada arca yang ke 999, Rara Jongrang meminta bantuan warga untuk menumbuk padi dan membuat api besar sehingga ayam pun berkokok karena mengira pagi telah datang. Bandung Bondowoso yang murka karena merasa dicurangi kemudian mengutuk Rara Jonggrang menjadi arca yang ke 1000.
Kekayaan Prambanan akan relief bahkan menghasilkan berbagai cerita dan simbolisasi. Kisah Rama - Sinta merupakan salah satu yang tergambar di relief Prambanan. Dari relief salah satu candi di kompleks Prambanan pula burung mistik Garuda yang digambarkan sebagai setengah manusia setengah burung dikenal. Konon, dijadikannya Garuda sebagai lambang negara terinspirasi dari candi ini. Kini kompleks candi Prambanan telah menjadi salah satu objek wisata paling diminati di Yogyakarta. Sejak 1991, kompleks candi Prambanan ditetapkan sebagai cagar budaya dunia oleh UNESCO.
Dalam kompleks candi terdapat tiga candi utama, yaitu Candi Wisnu, Brahma, dan Siwa. Ketiga candi tersebut melambangkan Trimurti dalam kepercayaan Hindu. Setiap candi menghadap ke timur dan berdekatan dengan candi pendamping yang menghadap ke barat. Nandini untuk Siwa, Angsa untuk Brahma, dan Garuda untuk Wisnu. Selain itu, masih terdapat 2 candi apit, 4 candi kelir, dan 4 candi sudut. Sementara, halaman kedua memiliki 224 candi. Candi-candi utama di kompleks Prambanan menjulang tinggi sampai 47 meter, lebih tinggi lima meter dari Borobodur. Candi juga dikelilingi taman yang dapat dijadikan tempat istirahat pengunjung.
Bagi pengunjung ingin mengetahui lebih banyak tentang candi-candi Prambanan, dapat memasuki bangunan museum dekat kompleks candi. Dalam museum tersebut, pengunjung dapat menyaksikan tampilan audio visual yang menyajikan sejarah penemuan candi. Selain museum, tersedia pula taman bermain untuk anak dan kereta mini untuk mengantar pengunjung mengelilingi kompleks candi. Akomodasi di sekitar kompleks candi juga lengkap. Penginapan, rumah makan, dan toko oleh-oleh yang berjajar-jajar menunggu untuk dikunjungi.
Kompleks candi Prambanan dibuka untuk umum dari pukul 08.00 - 17.00 WIB. Setiap malam bulan purnama, digelar Sendratari Ramayana dari pukul 20.00 - 22.00. WIB.

Candi Borobudur

Candi Borobudur

Lokasi: Borobudur, Kab. Magelang, Jawa Tengah

Candi Borobudur
Keagungan Candi Borobudur masih bergelanyut tirai misteri  kapan didirikan dan siapa pendirinya. Arkeolog Prof. Dr. Soekmono menerangkan tulisan singkat yang terpahat di atas relief kaki candi (Karmawibhangga) menjadi salah satu simpul garis huruf yang bisa diketemukan di berbagai prasasti akhir abad VIII sampai dengan awal abad IX. Periode tersebut di Jawa Tengah berkuasa raja-raja dari Wangsa Dinasti Syailendra yang menganut agama Buddha Mahayana. Tidak ketinggalan pula Prof. Dr. J.G. Caspris melakukan penelitian dari sebuah prasasti yang berasal dari abad IX. Hasil penelitian tersebut mengungkap tabir misteri silsilah tiga Wangsa Syailendra yang secara berurutan memegang pemerintahan, raja Indra putranya Samaratungga, kemudian putri Samaratungga Pramodya Wardani. Periode pemerintahan raja Samaratungga pembangunan candi Borobudur dimulai dengan nama Bhumu Sam Bhara Budhara yang dapat ditapsirkan sebagai bukti peningkatan kebajikan, setelah melampaui sepuluh tingkat Bodhisatwa. Kerena penyesuaian pada Bahasa Jawa, akhirnya Bhara Budhara diganti menjadi Borobudur.

Seorang arsitek Prancis Jacques Dumarcay, memperkirakan Candi Borobudur didirikan pada jaman kebesaran Dinasti Syailendra pada periode 750-850 Masehi. Masa keemasan Dinasti Syailendra tidak hanya berhasil mendirikan Candi Borobudur melainkan berhasil menjalankan ekspansi di Kekaisaran Khmer di Kamboja. Berhasil menjalankan kerajaan Khmer putra mahkota dibawa ke Jawa dan setelah cukup waktu dikirim kembali ke Kamboja dan menjadi raja bergelar Jayawarman II pada tahun 802 Masehi. Dalam penelitiannya lebih dalam lagi Jacques Dumarcay memberikan gambaran detil bahwa Candi Borobudur dibangun dalam 4 tahap dengan perkiraan sebagai berikut:
Tahap Pertama sekitar tahun 775 Masehi. Pada awalnya dibangun tata susun bertingkat. Sepertinya dirancang sebagai piramida berundak, tetapi kemudian diubah. Sebagai bukti ada tata susun yang dibongkar. Dibangun tiga undakan pertama yang menutup struktur asli piramida berundak dan penambahan dua undakan persegi, pagar langkan dan satu undak melingkar yang diatasnya langsung dibangun stupa tunggal.

Tahap Kedua sekitar tahun 790 Masehi. Banyak arkeolog menduga perancangan Candi Borobudur sekarang ini didasarkan pada perancangan awal candi tersebut. Perancangan awal Borobudur ditengarai adalah stupa tunggal yang sangat besar memahkotai puncaknya yang membahayakan tubuh dan kaki sehingga memutuskan untuk membongkar stupa raksasa diganti dengan tiga barisan stupa kecil dan stupa induk seperti sekarang ini. Pada periode ini bersamaan dengan pembangunan Candi Kalasan,tahap kedua Lumbung tahap kedua dan Sojiwan.tahap pertama.

Tahap Ketiga sekitar tahun 810 Masehi. 
Terjadi perubahan rancang bangun, undak atas lingkaran dengan stupa tunggal induk besar dibongkar dan diganti tiga undak lingkaran. Stupa-stupa yang lebih kecil dibangun berbaris melingkar pada pelataran undak-undak ini dengan satu stupa induk yang besar di tengahnya. Karena alasan tertentu pondasi diperlebar, dibangun kaki tambahan yang membungkus kaki asli sekaligus menutup relief Karmawibhangga. Para arkeolog menduga bahwa Borobudur semula dirancang berupa stupa tunggal yang sangat besar memahkotai batur-batur teras bujur sangkar. Karena itulah diputuskan untuk membongkar stupa induk tunggal yang besar dan menggantikannya dengan teras-teras melingkar yang dihiasi deretan stupa kecil berterawang dan hanya satu stupa induk. Untuk menopang agar dinding candi tidak longsor maka ditambahkan struktur kaki tambahan yang membungkus kaki asli. Struktur ini adalah penguat dan berfungsi bagaikan ikat pinggang yang mengikat agar tubuh candi tidak ambrol dan runtuh keluar, sekaligus menyembunyikan relief Karmawibhangga pada bagian Kamadhatu. Pada periode tahap ketiga ini bersamaan dengan dibangunnya Candi Kalasan III, Sewa III, Lumbung III, Sojiwan II

Tahap Keempat sekitar tahun 835 Masehi. 
Ada perubahan kecil seperti penyempurnaan relief, penambahan pagar langkan terluar, perubahan tangga dan pelengkung atas gawang pintu, serta pelebaran ujung kaki. Pada tahun 835 Masehi bersamaan dengan pembangunan Candi Gedong Songo tahap pertama, Sambisari, Badut tahap pertama, Kuning, Banon, Sari dan Plaosan.

Setelah selesai dibangun, selama seratus lima puluh tahun, Borobudur merupakan pusat ziarah megah bagi penganut Budha. Pembangunan candi ini dibangun sekitar tahun 800 Masehi atau abad IX, pada masa pemerintahan Wangsa Syailendra di era keemasannya. Keagungan Candi Borobudur tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin perancang bangunan tersebut yaitu Gunadharma. Tetapi dengan runtuhnya Kerajaan Mataram sekitar tahun 930 M, pusat kekuasaan dan kebudayaan pindah ke Jawa Timur dan Borobudur pun hilang terlupakanKarena gempa dan letusan Gunung Merapi, candi itu melesat mempercepat keruntuhannya. Sedangkan semak belukar trofis tumbuh menutupi Borobudur dan pada abad-abad selanjutnya lenyap ditelan sejarah.

Kemenangan Inggris terhadap Belanda dalam memperebutkan Pulau Jawa membawa pengaruh besar terhadap perubahan yang terjadi di Pulau Jawa. Dibawah kekuasaan Pemerintahan Kerajaan Inggris pada kurun 1811 hingga 1816, Sir Thomas Stamford Raffles menjabat Letnan Gubernur di Pulau Jawa.  Minatnya yang dalam terhadap kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah kebudayaan Jawa dikumpulkannya dan perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa.  Tahun 1814 ketika melakukan kunjungan kerja di Semarang, beliau mendapatkan kabar tentang keberadaan sebuah monument besar terdapat di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. Melalui utusannya HC Cornelius seorang insinyur Belanda berhasil membersihkan lapisan tanah yang mengubur bangunan ini. HC Cornelius melaporkan penemuannya kepada Sir Thomas Stamford Raffles dalam bentuk sketsa Candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya bersifat awal Sir Thomas Stamford Raffles dianggap berjasa menjadi pemrakarsa atas penemuan kembali monumen ini. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.

Keagungan  Candi Borobudur sempat hilang tertimbun tanah selama berabad-abad akibat erupsi Gunung Merapi. Gundukan tanah telah ditumbuhi semak belukar sehingga menyerupai bukit yang tidak terurus.  Banyak misteri yang menyelimuti alasan kenapa setelah erupsi Candi Borobudur ditelantarkan oleh banyak orang. Periode 928 sampai dengan 1006, Raja Mpu Sindok hijrah ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian bencana alam vulkanik. Tahun 1976 sejarawan Seokmono membuat kesimpulan popular bahwa candi ini mulai benar-benad ditinggalkan sejak penduduk sekitar beralih keyakinan agama Islam pada abad ke-15. Banyak cerita sebelum diketemukan kembali tentang keberadaan Candi Borobudur, melalui dongeng rakyat keagungan Candi Borobudur menjadi kisah yang bersifat takhayul yang selalu dikaitkan dengan nasib sial penuh kemalangan dan penderitaan.  Melalui cerita rakyat pada waktu itu, Bukit Redi Borobudur menjadi semacam tempat yang membuat sial keluarga kerajaan Mataram. Pada tahun 1757 Pangeran Monconagoro mengunjungi bukit ini dan meninggal sehari setelah mengunjungi bukit ini. Dalam kepercayaan Jawa pada masa Mataram Islam, reruntuhan bangunan percandian dianggap sebagai tempat bersemayamnya roh halus dan dianggap wingit (angker) sehingga dikaitkan dengan kesialan atau kemalangan yang mungkin menimpa siapa saja yang mengunjungi dan mengganggu situs ini. Meskipun secara ilmiah diduga, mungkin setelah situs ini tidak terurus dan ditutupi semak belukar, tempat ini pernah menjadi sarang wabah penyakit seperti demam berdarah atau malaria.

Dua tahun setelah Krakatau meletus tepatnya pada tahun 1885 Candi Borobudur kembali menarik perhatian masyarakat umum, melalui Ketua Masyarakat Arkeologi Yogyakarta Yzerman menemukan bagian kaki candi yang tersembunyi. Didasarkan atas penemuan ini, pemerintah Hindia Belanda mengambil kebijakan untuk menjaga kelestarian monumen ini, tahun 1900 pemerintahan membentuk komisi tiga yang terdiri dari Brandes, seorang sejarawan seni, Theodoor van Erp, seorang insinyur yang juga anggota tentara Belanda, dan Van de Kamer, insinyur ahli konstruksi bangunan dari Departemen Pekerjaan Umum.

Kurun waktu 1902-1911 komisi ini melakukan pemugaran diawali dengan mengajukan proposal tiga langkah rencana pelestarian Borobudur kepada pemerintah Hindia Belanda. Langkah pertama mengatur kembali sudut-sudut bangunan serta memindahkan batu yang membahayakan batu lain. Langkah kedua memagari halaman candi serta memperbaiki dan memlihara saluran sistem drainase, untuk langkah ketiga atau terakhir semua batuan lepas dan longgar harus dipindahkan, monumen ini dibersihkan hingga pagar langkan pertama, batu yang rusak dipindahkan dan stupa utama dipugar.

Tahun 1975-1982 Pemerintah Indonesia bersama UNESCO mengambil langkah besar dengan melakukan renovasi secara besar-besaran untuk melindungi monumen ini. Mega proyek ini melibatkan 600 orang lebih untuk merenovasi monument dan menghabiskan kurang lebih 7.000.000 dollar AS. Tahun 1991 setelah renovasi selesai UNESCO memasukkan Candi Borobudur ke dalam daftar Situs Warisan Dunia. Candi Borobudur masuk dalam kategori budaya dengan merepresentasikan beberapa kriteria sebagai berikut, mewakili mahakarya kretivitas manusia yang jenius, menampilkan pertukaran penting dalam nilai-nilai manusiawi dalam rentang waktu tertentu di dalam suatu wilayah budaya di dunia, dalam pembangunan arsitektur dan teknologi, seni yang monumental, perencanaan tata kota dan rancangan lansekap serta mencakup karya seni sastra yang memiliki makna universal yang luarbiasa.

Candi Borobudur mempunyai bentuk bangunan yang tiada duanya di dunia. Bentuk arsitektur tersebut terinspirasi dari filsafat Mikro Kosmos. Banyak ahli menyatakan bahwa Borobudur dibangun pada sekitar abad ke-8 ketika Raja Samaratungga dari Dinasti Syailendra memerintah kerajaannya di Jawa Tengah. Borobudur adalah bangunan yang penuh dengan ornamen yang mengandung filosofi dimana ornamen-ornamen tersebut mempunyai simbol kesatuan dalam perbedaan yang dapat diikuti oleh semua orang untuk mencapai tujuan hidup yang paling mulia. Relief-relief yang terpahat pada tembok-tembok candi menceritakan akan ajaran hidup manusia yang sangat indah. Dengan kata lain, Borobudur adalah jiwa dari seni, budaya dan filsafat.

Dari hasil pemugaran tersebut maka candi Borobudur menjadi bangkit kembali, dan sekarang candi borobudur merupakan salah satu dari tujuh keajaiban dunia, dan candi Borobudur di masa sekarang telah dijadikan obejek wisata andalan di Jawa Tengah yang dikunjungi oleh wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara.

Jumat, 11 April 2014

SEJARAH SEKATEN YOGYAKARTA


Sejarah

sejarah sekaten jogja
Pada tahun 1939 Caka atau 1477 Masehi, Raden Patah selaku Adipati Kabupaten Demak Bintara dengan dukungan para wali membangun Masjid Demak. Selanjutnya berdasar hasil musyawarah para wali, digelarlah kegiatan syiar Islam secara terus-menerus selama 7 hari menjelang hari kelahiran Nabi Muhammad S.A.W. Agar kegiatan tersebut menarik perhatian rakyat, dibunyikanlah dua perangkat gamelan buah karya Sunan Giri membawakan gending-gending ciptaan para wali, terutama Sunan Kalijaga.
Setelah mengikuti kegiatan tersebut, masyarakat yang ingin memeluk agama Islam dituntun untuk mengucapkan dua kalimat syahadat (syahadatain). Dari kata Syahadatain itulah kemudian muncul istilah Sekaten sebagai akibat perubahan pengucapan. Sekaten terus berkembang dan diadakan secara rutin tiap tahun seiring berkembangnya Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Islam.
Demikian pula pada saat bergesernya Kerajaan Islam ke Mataram serta ketika Kerajaan Islam Mataram terbagi dua (Kasultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta) Sekaten tetap digelar secara rutin tiap tahun sebagai warisan budaya Islam.
Di Kasultana Ngayogyakarta, perayaan sekaten yang terus berkembang dari tahun ke tahun pada dasarnya terdapat tiga pokok inti yang antara lain:
1. Dibunyikannya dua perangkat gamelan (Kanjeng Kyai Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Guntur Madu) di Kagungan Dalem Pagongan Masjid Agung Yogyakarta selama 7 hari berturut-turut, kecuali Kamis malam sampai Jumat siang.
2. Peringatan hari lahir Nabi Besar Muhammad SAW pada tanggal 11 Mulud malam, bertempat di serambi Kagungan Dalem Masjid Agung, dengan Bacaan riwayat Nabi oleh Abdi Dalem Kasultanan, para kerabat, pejabat, dan rakyat.
3. Pemberian sedekah Ngarsa Dalem Sampean Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan, berupa Hajad Dalem Gunungan dalam upacara Garebeg sebagai upacara puncak sekaten.
Kegiatan pendukung event tersebut adalah diselenggarakannya Pasar Malem Perayaan Sekaten selama 39 hari, event inilah yang menjadi daya tarik bagi masyarakat Jogja maupun luar Jogja.
Di Jogjakarta ada sebuah budaya yang hingga saat ini masih terus dilestarikan yaitu Sekaten yang diselenggarakan untuk memperingati lahirnya Nabi Muhammad SAW yang lahir pada tanggal 12 bulan Maulud, bulan ketiga dari tahun jawa. Sekaten merupakan upacara pendahuluan dari peringatan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW. Diselenggarakan pada tanggal 5 hingga tanggal 12 dari bulan yang sama. Selain di Keraton Jogjakarta juga diselenggarakan di Keraton Surakarta.
Perayaan sekaten diantaranya meliputi “Sekaten Sepisan” yakni dibunyikannya dua perangkat gamelan Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur Madu, kemudian pemberian sedekah `Ngarso Dalem` Sri Sultan HB X berupa `udhik-udhik` (menyebar uang) dan kemudian diangkatnya kedua gamelan menuju Masjid Agung Jogjakarta dan ditutup dengan Grebeg.
ASAL USUL SEKATEN
Kata Sekaten diambil dari pengucapan kalimat “Syahadat”. Istilah Syahadat, yang diucapkan sebagai Syahadatain ini kemudian berangsur- angsur berubah dalam pengucapannya, sehingga menjadi Syakatain dan pada akhirnya menjadi istilah “Sekaten” hingga sekarang.
Pada masa-masa permulaan perkembangan agama Islam di Jawa, salah seorang dari Wali Songo, yaitu Sunan Kalijogo, mempergunakan instrumen musik Jawa Gamelan, sebagai sarana untuk memikat masyarakat luas agar datang untuk menikmati pergelaran karawitannya. Untuk tujuan itu dipergunakan 2 perangkat gamelan, yang memiliki laras swara yang merdu yaitu Kyai Nogowilogo dan Kyai Gunturmadu.
Pada tanggal 5 bulan Maulud, kedua perangkat gamelan, Kyai Nogowilogo dan Kyai Guntur madu, dikeluarkan dari tempat penyimpanannya dibangsal Sri Manganti, ke Bangsal Ponconiti yang terletak di Kemandungan Utara (Keben) dan pada sore harinya mulai dibunyikan di tempat ini. Antara pukul 23.00 hingga pukul 24.00 ke dua perangkat gamelan tersebut dipindahkan kehalaman Masjid Agung Jogjakarta, dalam suatu iring-iringan abdi dalem jajar, disertai pengawal prajurit Keraton berseragam lengkap.
ACARA PUNCAK
Puncak acara dari perayaan Sekaten adalah “grebeg maulid”, yaitu keluarnya sepasang gunungan dari Mesjid Agung seusai didoakan oleh ulama Kraton. Masyarakat percaya bahwa siapapun yang mendapatkan gunungan tersebut, biarpun sedikit akan dikaruniai kebahagiaan dan kemakmuran. Kemudian tumpeng tersebut diperebutkan oleh ribuan warga masyarakat. Mereka meyakini bahwa dengan mendapat bagian dari tumpeng akan mendatangkan berkah bagi mereka.
Pada umumnya , masyarakat Jogjakarta dan sekitarnya berkeyakinan bahwa dengan turut berpartisipasi merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW ini yang bersangkutan akan mendapat imbalan pahala dari Yang Maha Kuasa, dan dianugerahi awet muda. Sebagai ” Srono ” (syarat) nya, mereka harus mengunyah sirih di halaman Masjid Agung, terutama pada hari pertama dimulainya perayaan sekaten.
Oleh karenanya, selama diselenggarakan perayaan sekaten itu, banyak orang berjualan sirih dengan ramuannya, nasi gurih bersama lauk-pauknya di halaman Kemandungan,di Alun-alun Utara maupun di depan Masjid Agung Jogjakarta. Bagi para petani, dalam kesempatan ini memohon pula agar panenannya yang akan datang berhasil. Untuk memperkuat tekadnya ini, mereka memberi cambuk (pecut) yang dibawanya pulang.
TRADISIONAL
Sedangkan keramaian penunjang berisi kesenian rakyat tradisional yang menyertai upacara tradisional seperti penjaja makanan tradisional, mainan tradisional serta kesenian rakyat tradisional. Kemudian untuk keramaian pendukung berupa pameran pembangunan yang dilakukan pemerintah daerah maupun instansi sektoral dan vertikal, promosi pemasaran barang produksi dalam negeri dan meningkatkan barang ekspor nonmigas serta keramaian lainnya seperti permainan anak-anak, rumah makan dan cinderamata.
Selama lebih kurang satu bulan sebelum upacara Sekaten dimulai, Pemerintah Daerah Kotamadya, memeriahkan perayaan ini dengan pasar malam, yang diselenggarakan di Alun-alun Utara Jogjakarta. Melalui Sekaten sebagai peristiwa budaya yang juga sebagai peristiwa religius dan merupakan ikon sekaligus identitas Jogjakarta. Dan hal itu sudah sepantasnya kita pertahankan dan kita kembangkan nilai-nilai hakikinya sebagai warisan keaneka ragaman budaya bangsa.

Jumat, 28 Maret 2014

FUNGSI DAN KEGUNAAN SEJARAH

FUNGSI DAN KEGUNAAN SEJARAH




Sejarah sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia dan tidak pernah lepas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kaitannya dengan belajar sejarah, kita dapat mengambil manfaat sejarah karena beberapa alasan di antaranya:
  1. Dapat mengakui keberadaan setiap manusia di masa lampau dan akan terus hidup abadi hingga saat ini dan saat mendatang.
  2. Dapat mempersiapkan diri untuk menyampaikan kejadian masa lalu dan masa sekarang kepada generasi berikutnya sebagai bahan pengetahuan dan pengalaman.
  3. Dapat menyakinkan orang berdasarkan alasan peristiwa di masa lampau.
  4. Dapat memperbaiki hidup sendiri dengan merujuk kepada peristiwa di masa lalu untuk diambil pelajaran dan hikmah sehingga bisa bermanfaat untuk di masa depan.
Selanjutnya dapat diuraikan manfaat-manfaat mempelajari sejarah sebagai berikut:
(1) Edukatif, Bahwa pelajaran-pelajaran sejarah memberikan kebijaksanaan dan kearifan. Jika kita kaji secara mendalam, kita akan sampai pada kesimpulan, bahwa kita hanya dapat belajar dari sejarah jika peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu itu akan terjadi lagi pada masa sekarang. Hal-hal yang baik akan kita sambut dan kita usahakan betul supaya terjadi lagi dan hal-hal yang tidak baik kita coba menghilangkan atau menghindarinya.
(2) Inspiratif, Sejarah memberikan ilham atau inspirasi kepada kita, tindakan-tindakan kepahlawanan dan peristiwa-peristiwa gemilang pada masa lalu dapat mengilhami kita semua pada taraf perjuangan yang sekarang. Peristiwa-peristiwa besar mengilhami kita agar mencetuskan peristiwa yang besar pula.
(3 Instruktif, Misalnya, kegunaan dalam rangka pengajaran dalam salah satu kejuruan atau keterampilan seperti navigasi, teknologi, persenjataan, jurnalistik, taktik militer dan sebagainya. Fungsi dan kegunaan sejarah ini disebut sebagai kegunaan yang bersifat instruktif karena mempunyai peran membantu kegiatan menyampaikan pengetahuan atau keterampilan (instruksi).
(4) Rekreatif, Seperti halnya dalam karya sastra yakni cerita atau roman, sejarah juga memberikan kesenangan estetis, karena bentuk dan susunannya yang serasi dan indah. Kita dapat terpesona oleh kisah sejarah yang baik sebagaimana kita dapat terpesona oleh sebuah roman yang bagus. Dengan sendirinya kegunaan yang bersifat rekreatif ini baru dapat dirasakan jika sejarawan berhasil mengangkat aspek seni dari cerita sejarah yang disajikan. Sejarah dapat juga memberikan kesenangan lain kepada kita. Kesenangan ini berupa “wisata intelektual” yang dipancarkannya kepada kita. Tanpa beranjak dari tempat duduk kita dapat dibawa oleh sejarah menyaksikan peristiwaperistiwa yang jauh dari kita, baik jauh tempat maupun jauh waktunya. Kita diajak untuk berwisata ke negeri-negeri nan jauh disana, menyaksikan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi dalam suasana yang berbeda dengan suasana kita sekarang. Kita akan terpesona oleh pemandangan pada masa lampau yang dilukiskan oleh sejarawan. Dengan penuh minat kita akan berkenalan dengan cara hidup, kebiasaan dan tindakan yang berlainan dengan yang kita alami sekarang.
(5) Memberikan Kesadaran Waktu, Kesadaran waktu yang dimaksud adalah kehidupan dengan segala perubahan, pertumbuhan, dan perkembangannya terus berjalan melewati waktu. Kesadaran itu dikenal juga sebagai kesadaran akan adanya gerak sejarah. Kesadaran tersebut memandang peristiwa-peristiwa sejarah sebagai sesuatu yang terus bergerak dari masa silam bermuara ke masa kini dan berlanjut ke masa depan. Waktu terus berjalan pada saat seorang atau suatu bangsa mulai menjadi tua dan digantikan oleh generasi berikutnya. Bahkan waktu terus berjalan pada saat seseorang atau suatu bangsa hanya bersenang-senang dan bermalas-malasan, atau sebaliknya, seseorang atau suatu bangsa sedang membuat karya-karya besar. Dengan memiliki kesadaran sejarah yang baik, seseorang akan senantiasa berupaya mengukir sejarah kehidupannya sebaik-baiknya.
(6) Memperkokoh Rasa Kebangsaan (Nasionalisme), Terbentuknya suatu bangsa disebabkan adanya kesamaan sejarah besar di masa lampau dan adanya kesamaan keinginan untuk membuat sejarah besar bersama di masa yang akan datang. Sebagai contoh Bangsa Indonesia sejak zaman prasejarah telah memiliki kesamaan sejarah. Kemudian memiliki zaman keemasan pada zaman Sriwijaya, Mataram Hindu-Buddha, dan Majapahit. Setelah itu bangsa Indonesia mengalami masa penjajahan selama ratusan tahun. Perjalanan sejarah bangsa Indonesia tersebut menjadi ingatan kolektif yang dapat menimbulkan rasa solidaritas dan mempertebal semangat kebangsaan.



 Selengkapnya  Klik disini