Candi Sambisari
Lokasi: Sambisari, Purwomartani, Kalasan, Sleman Yogyakarta
“Pletak,” ketika ujung cangkul menghantam batu yang begitu keras. Kejadian tersebut membuat Bapak Karyowinangun heran dan berhenti sebentar untuk mengetahui yang sedang terjadi. Perlahan mendekati batu itu dan berjongkok untuk melihat lebih dekat lagi. Batu tersebut bercorak pada permukaannya. Bapak Karyowinangun dan warga sekitar pun merasa heran dengan keberadaan bongkahan batu itu. Dinding-dinding candi itu seolah melambai dan ingin menceritakan apa yang telah terjadi dengannya. Lama terkubur tanah akibat erupsi Gunung Merapi yang dahsyat di masa itu. Dari situlah awal diketemukannya sebuah bangunan candi yang berlokasi di Dusun Sambisari Purwomartani Kalasan yang dikenal dengan nama Candi Sambisari.
Dari kejadian tersebut Dinas Purbakala langsung melakukan penggalian dan menetapkan areal sawah Bapak Karyowinangun sebagai suaka purbakala. Langkah-langkah lebih lanjut setelah penggalian adalah, melakukan pra-pemugaran yaitu, dengan mengelompokkan batu-batu yang sama jenisnya. Selanjutnya dilakukan penyusunan percobaan dan kemudian pemugaran. Hasil pemugaran candi Sambisari tersebut terlaksana seperti yang terlihat sekarang ini. Satu hal yang unik dari candi Sambisari yaitu, terletak 6.54 m di bawah permukaan tanah.
Sinar matahari menelusup diantara batu-batu candi yang indah dan menarik. Begitu juga dengan panorama Candi Sambisari telah menelusup hati saya, membuat saya bersemangat untuk masuk dan berkeliling di candi tersebut. Ciri khas komplek Candi Sambisari ini adalah berbentuk bujursangkar dari area Candi Utama kemudian area halaman dan ketiga area terluar. Komplek Candi Sambisari dikelilingi pagar dengan tangga berundak sebagai akses untuk mencapai bangunan utama candi tersebut. Candi Sambisari berbentuk bujur sangkar dengan luas 13.65 m x 13.65 m dengan tinggi 7.5m.
Mengenai tahun pendirian Candi Sambisari secara pasti belum dapat diketahui, karena tidak adanya bukti-bukti konkret yang mendukung validitas penentuannya. Oleh karena itu, untuk menentukan tahun pendiriannya harus ditinjau dari berapa segi. Dari segi arsitektur, candi Sambisari oleh Prof. Dr. Soekmono digolongkan ke dalam bangunan dari abad ke 8. Sedangkan berdasarkan batu isian yang digunakan di Candi Sambisari yaitu, batu padas, maka masa pendiriannya semasa dengan candi Prambanan, Plaosan, dan Sojiwan sekitar abad ke-9 sampai dengan abab ke-10 M. Jenis batu padas ini banyak terdapat di bukit ratu Boko di Prambanan. Di tempat tersebut nampak bekas-bekas penggalian batu padas pada masa dulu. Berdasarkan kedua tafsiran tersebut, untuk sementara Soediman menempatkan pendidirian candi dalam dekade pertama atau kedua abad ke-9 M (812-838 M). Pendapat tersebut didukung dengan adanya penemuan sekeping daun emas bertulisan, karena berdasarkan tafsiran paleografis, Boechori bahwa tulisan itu berjalan dari sekitar permulaan abad ke-9 M
Melalui tangga kakiku terus melangkah masuk di area bangunan utama Candi Sambisari. Di sini terdapat keunikan di bagian kaki-kaki candi, tidak mempunyai alas seperti candi di Pulau Jawa lainnya sehingga sejajar dengan tanah. Di bagian bawah candi ini juga tidak terdapat relief atau hiasan. Relief yang menjadi hiasan candi pada umumnya baru dijumpai pada bagian tengah tubuh hingga puncak candi. Di depan tangga pintu masuk candi utama terdapat dua patung berupa seekor singa yang berada dalam mulut makara yang terbuka. Figur makara di Sambisari merupakan evolusi dari bentuk makara di India yang bisa berupa perpaduan gajah dengan ikan atau buaya dengan ekor yang membengkok.
Pada bangunan candi induk dapat dijumpai lima buah relung, tiga diantaranya berisi arca. Beberapa arca dari pantheon agama Hindhu yaitu, Durga Mahesassuramardini (isteri Dewa Siwa) dengan 8 tangan yang masing-masing menggenggam senjata, Arca Ganeça (anak Dewi Durga). Arca Agastya dengan aksamala (tasbih) yang dikalungkan di lehernya, serta Mahakala dan Nandiswara–tidak berada di tempat–sebagai penjaga pintu. Berdasarkan arca-arca yang terdapat di candi Sambisari tersebut, maka dapat diketahui bahwa latar belakang keagaman candi Sambisari bersifat Çiwaistis (berpusat pada Siwa). Memasuki bilik utama candi induk, bisa dilihat lingga dan yoni berukuran cukup besar, kira-kira 1,5 meter. Keberadaannya menunjukkan bahwa candi ini dibangun sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa. Lingga dan yoni di bilik candi induk ini juga dipakai untuk membuat air suci. Biasanya, air diguyurkan pada lingga dan dibiarkan mengalir melewati parit kecil pada yoni, kemudian ditampung dalam sebuah wadah. Lingga adalah perwujudan dari Dewa Siwa. Kesatuan, lingga dan yoni merupakan lambang persatuan Siwa dan Çakti-nya. Selain itu juga sebagai lambang kesuburan.
Dari kejadian tersebut Dinas Purbakala langsung melakukan penggalian dan menetapkan areal sawah Bapak Karyowinangun sebagai suaka purbakala. Langkah-langkah lebih lanjut setelah penggalian adalah, melakukan pra-pemugaran yaitu, dengan mengelompokkan batu-batu yang sama jenisnya. Selanjutnya dilakukan penyusunan percobaan dan kemudian pemugaran. Hasil pemugaran candi Sambisari tersebut terlaksana seperti yang terlihat sekarang ini. Satu hal yang unik dari candi Sambisari yaitu, terletak 6.54 m di bawah permukaan tanah.
Sinar matahari menelusup diantara batu-batu candi yang indah dan menarik. Begitu juga dengan panorama Candi Sambisari telah menelusup hati saya, membuat saya bersemangat untuk masuk dan berkeliling di candi tersebut. Ciri khas komplek Candi Sambisari ini adalah berbentuk bujursangkar dari area Candi Utama kemudian area halaman dan ketiga area terluar. Komplek Candi Sambisari dikelilingi pagar dengan tangga berundak sebagai akses untuk mencapai bangunan utama candi tersebut. Candi Sambisari berbentuk bujur sangkar dengan luas 13.65 m x 13.65 m dengan tinggi 7.5m.
Mengenai tahun pendirian Candi Sambisari secara pasti belum dapat diketahui, karena tidak adanya bukti-bukti konkret yang mendukung validitas penentuannya. Oleh karena itu, untuk menentukan tahun pendiriannya harus ditinjau dari berapa segi. Dari segi arsitektur, candi Sambisari oleh Prof. Dr. Soekmono digolongkan ke dalam bangunan dari abad ke 8. Sedangkan berdasarkan batu isian yang digunakan di Candi Sambisari yaitu, batu padas, maka masa pendiriannya semasa dengan candi Prambanan, Plaosan, dan Sojiwan sekitar abad ke-9 sampai dengan abab ke-10 M. Jenis batu padas ini banyak terdapat di bukit ratu Boko di Prambanan. Di tempat tersebut nampak bekas-bekas penggalian batu padas pada masa dulu. Berdasarkan kedua tafsiran tersebut, untuk sementara Soediman menempatkan pendidirian candi dalam dekade pertama atau kedua abad ke-9 M (812-838 M). Pendapat tersebut didukung dengan adanya penemuan sekeping daun emas bertulisan, karena berdasarkan tafsiran paleografis, Boechori bahwa tulisan itu berjalan dari sekitar permulaan abad ke-9 M
Melalui tangga kakiku terus melangkah masuk di area bangunan utama Candi Sambisari. Di sini terdapat keunikan di bagian kaki-kaki candi, tidak mempunyai alas seperti candi di Pulau Jawa lainnya sehingga sejajar dengan tanah. Di bagian bawah candi ini juga tidak terdapat relief atau hiasan. Relief yang menjadi hiasan candi pada umumnya baru dijumpai pada bagian tengah tubuh hingga puncak candi. Di depan tangga pintu masuk candi utama terdapat dua patung berupa seekor singa yang berada dalam mulut makara yang terbuka. Figur makara di Sambisari merupakan evolusi dari bentuk makara di India yang bisa berupa perpaduan gajah dengan ikan atau buaya dengan ekor yang membengkok.
Pada bangunan candi induk dapat dijumpai lima buah relung, tiga diantaranya berisi arca. Beberapa arca dari pantheon agama Hindhu yaitu, Durga Mahesassuramardini (isteri Dewa Siwa) dengan 8 tangan yang masing-masing menggenggam senjata, Arca Ganeça (anak Dewi Durga). Arca Agastya dengan aksamala (tasbih) yang dikalungkan di lehernya, serta Mahakala dan Nandiswara–tidak berada di tempat–sebagai penjaga pintu. Berdasarkan arca-arca yang terdapat di candi Sambisari tersebut, maka dapat diketahui bahwa latar belakang keagaman candi Sambisari bersifat Çiwaistis (berpusat pada Siwa). Memasuki bilik utama candi induk, bisa dilihat lingga dan yoni berukuran cukup besar, kira-kira 1,5 meter. Keberadaannya menunjukkan bahwa candi ini dibangun sebagai tempat pemujaan Dewa Siwa. Lingga dan yoni di bilik candi induk ini juga dipakai untuk membuat air suci. Biasanya, air diguyurkan pada lingga dan dibiarkan mengalir melewati parit kecil pada yoni, kemudian ditampung dalam sebuah wadah. Lingga adalah perwujudan dari Dewa Siwa. Kesatuan, lingga dan yoni merupakan lambang persatuan Siwa dan Çakti-nya. Selain itu juga sebagai lambang kesuburan.
Kompleks Candi Sambisari ini terdiri dari satu bangunan candi induk dan tiga candi perwara/pendamping. Ketiga candi perwara ini saling berhadapan langsung dengan candi induk. Melihat konstruksi bangunan candi perwara bahwa candi perwara ini sengaja dibangun tanpa atap sebab ketika penggalian tak ditemukan batu-batu bagian atap. Di komplek candi ini di sediakan ruang informasi untuk mengetahui proses penggalian dan rekonstruksi candi yang memakan waktu puluhan tahun. Di ruang informasi ini terdapat dokumentasi foto yang menampilkan kondisi dari area persawahan, proses penggalian dan rekonstruksi candi sampai dengan kondisi sekarang ini. Menata ulang keindahan Candi Sambisari yang kini bisa kita nikmati sekarang ini merupakan hasil kerja keras dari para arkeolog selama dua dasawarsa lebih.
0 komentar:
Posting Komentar